Oleh : Ridho Bahthiar A (Staf HRD Dept HMJM FE UNSOED 2009)
Krisis keuangan global adalah sebuah istilah yang digunakan sampai saat ini oleh masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia untuk menyebut krisis keuangan yang terjadi belakangan ini. Padahal krisis tersebut bermula dari Amerika Serikat (AS). Namun, efeknya dapat meluas ke setiap negara, termasuk Indonesia. Jika kita mampu menarik akar permasalahan dari krisis keuangan ini hingga berdampak luas bagi banyak negara, maka kitapun dapat mengantisipasi dampaknya dan menetukan stategi penanggulangan yang tepat.
AS dan Indonesia mempunyai hubungan perdagangan yang erat. AS, merupakan sebuah negara yang terkenal sebagai pusat perekonomian kapitalisme dunia. Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian (www.organisasi.org).
Indonesia merupakan sebuah negara yang mengaku menggunakan sistem perekonomian Pancasila.. Ekonomi pancasila didefinisikan sebagai sistem ekonomi yang dijiwai ideologi Pancasila yang merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluagaan dan kegotongroyongan nasional (Mubyarto,1980). Indonesia dan AS mempunyai kesamaan dalam hubungan dagang. Kedua negara ini termasuk negara yang menjalankan sistem pasar bebas. Namun, setelah krisis global terjadi akhir-akhir ini terlihatlah siapa yang sebenarnya siap dan tidak siap dengan sistem pasar bebas.
Ketika Indonesia mengalami krisis perekonomian yang kita sebut sebagai moneter pada tahun 1998, walaupun dampaknya mengacaukan sistem perekonomian dalam negeri. Tetapi, tidak sampai berimbas hebat ke negara lain. Namun, saat krisis perekonomian dialami AS yang dimulai pada 2008 kemarin, dampaknya cukup hebat. Krisis yang semula hanya krisis dalam negeri AS berpotensi besar berubah menjadi krisis keuangan global. Karena dampak dari krisis keuangan AS dirasakan oleh sebagian besar negara di dunia
Di Indonesia, “efek domino” dari dari krisis keuangan AS terlihat pada sektor ekonomi makro. Diantaranya, sektor investasi, sektor industri yang meliputi kuota produksi dan lapangan pekerjaan, dan sektor ekspor dan impor. Berdasarkan pada pendahuluan diatas, maka dalam makalah ini akan memaparkan sebab akibat dari krisis gobal yang terjadi selama ini dan dampaknya bagi perkembangan dunia bisnis di Indonesia..
Pada makalah ini mari kita analisa sebab akibat dari krisis keuangan global bagi Indonesia dalam dua analisa berikut :
1.Analisa penyebab krisis global
Awal mula krisis global yang terjadi belakangan ini ini adalah krisis keuangan AS yang disebabkan permasalahan kredit macet sektor perumahan. Pada awalnya, pemerintah AS berniat baik untuk menekan jumlah tuna wisma yang ada dengan pemberian kredit lunak dalam jumlah besar untuk pembangunan perumahan rakyat. Namun, hal tersebut memicu dampak didalam negeri AS sendiri. Pemberian kredit lunak itu tidak diimbangi dengan kemampuan rakyat untuk membayar cicilannya. Sehingga yang terjadi adalah kredit macet besar-besaran. yang menyebabkan defisitnya anggaran AS. Hal ini lalu memicu penarikan dana secara besar-besaran oleh investor dari berbagai sektor perekonomian yang menyebabkan tersendatnya perputaran perekonomian di AS.
Menurut ekonom JP Morgan Chase, di AS dampak dari kredit macet mulai terasa dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Terutama yang terjadi pada lima sektor yang mengalami PHK dalam jumlah besar yaitu sektor finansial, otomotif, pemerintahan/organisasi nirlaba, transportasi dan ritel. Bank sentral AS (Fed) dan bank–bank sentral negara lain telah berusaha mengurangi dampaknya dengan menurunkan suku bunga antar-bank ke titik terendah sejak krisis 2003 (1 persen). Namun, dunia perbankan masih enggan menyalurkan kredit ke sector riil dan sektor perekonomian yang berbasis kerakyatan. (KOMPAS,31 Oktober 2008)
Dari analisa pertama ini tampak bahwa krisis keuangan global ini lebih tepat jika disebut krisis keuangan AS. Lalu mengapa dampak krisis keuangan itu berimbas ke penjuru dunia, khususnya Indonesia ?
2.Analisa dampak krisis keuangan AS pada sektor ekonomi makro Indonesia
Indonesia terkena dampak krisis AS tidak terlepas karena ketergantungan pada sistem perekonomian AS. Ketergantungan itu diawali dengan masuknya Indonesia pada sistem-sistem yang mendukung perekonomian kapitalis salah satunya World Trade Organization (WTO). Kepentingan kapitalis tercermin pada UU Penanaman Modal Asing dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri yang disahkan pada ahun 80-an. Dan harus disadari bersama kini Indonesia sudah benar-benar tergantung pada perekonomian AS.
Krisis keuangan global, sebuah masalah perekonomian yang pada awalnya hanya dirasakan di dalam negeri AS berdampak luas pada negara lain. Krisis AS tersebut memicu tersendatnya ekonomi pada negara-negara lain termasuk Indonesia. Defisitnya anggaran AS memicu negeri itu untuk mengurangi kuota impornya. Di Indonesia hal tersebut menyebabkan penurunan tajam pada harga ekspor beberapa komoditas primer yang berorientasi ekspor. Seperti minyak bumi, minyak sawit (CPO), karet, kopi dan kakao.
Ketika frekuensi ekspor Indonesia turun, maka akan menyebakan cadangan devisa yang diperoleh dari sektor ekspor impor akan turun. Dalam jangka panjang hal tersebut akan memaksa pemerintah untuk menjaga cadangan devisa dengan membuat utang luar negeri. Penurunan frekuensi ekspor memicu Investor yang berinvestasi pada bidang usaha yang terkait industri yang berorientasi ekspor untuk menarik investasinya karena jaminan investasinya yang terancam krisis. Penarikan atau pengurangan investasi sedikit banyak akan berimbas pada usaha efisiensi perusahaan, salah satunya dengan cara pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pada analisa kedua ini, akan dipaparkan “efek domino” krisis keuangan AS yang terjadi di Indonesia dari tiga sisi berikut :
a)Penurunan cadangan devisa dan potensi utang luar negeri baru
Menurut Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM Revrisond Baswir, Sabtu (3/1/09) di Khartoum, Sudan. Dia mengatakan hingga pertengahan September 2008, cadangan devisa Indonesia masih tercatat sebesar US$ 60 milyar. Ini adalah angka tertinggi yang pernah dicapai Indonesia. Tetapi belakangan, menyusul terjadinya gejolak rupiah dan merosotnya harga komoditas-komoditas ekspor Indonesia sebagaimana dipaparkan tadi, pada awal Nopember 2008 cadangan devisa Indonesia berkurang sebesar US$ 10 milyar menjadi sekitar US$ 50 milyar. Sebagai bagian dari upaya berjaga-jaga terhadap kemungkinan terburuk pada 2009 yang akan datang, belakangan pemerintah Indonesia mulai menyusun rencana untuk meningkatkan pembuatan utang luar negeri dari rencana semula sebesar Rp 60 trilliun, menjadi sekitar Rp 200 trilliun.
b)Iklim investasi yang belum menentu
Tersendatnya perekonomian Indonesia saat ini sedikit banyak ditimbulkan karena iklim investasi yang belum menentu Jaminan investasi yang terancam krisis saat iklim investasi tidak menentu sebagai akibat krisis seperti fluktuasi mata uang dan indeks harga saham yang terlalu labil karena krisis perekonomian AS memicu investor untuk menarik atau mengurangi investasinya. Karena investor asing akan berusaha untuk mengamankan investasinya agar tetap mendapatkan keuntungan dan meminimalisasi kerugian yang disebabkan krisis tanpa memperhitungkan dampak lain yang akan terjadi di negara yang menjadi tujuan investasinya. Penarikan atau pengurangan dana oleh investor yang khawatir dengan keamanan investasinya akan menghambat perekonomian Indonesia. Namun, berdasar UU Penanaman Modal Asing pemerintah tidak mempunyai daya tawar untuk mencegahnya.
c)Potensi pemutusan hubungan kerja
Penarikan atau pengurangan investasi sedikit banyak akan berimbas pada usaha efisiensi perusahaan, salah satunya dengan cara pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Revrisond Baswir, Hingga akhir 2008, tingkat PHK yang terjadi diperkirakan sudah mencapai sekitar 100.000 orang. Sedangkan untuk tahun 2009, menurut perkiraan sementara, tingkat PHK cenderung meningkat menjadi sekitar 500.000 hingga satu juta orang. Industri di Indonesia yang rawan terhadap kemungkinan PHK adalah industri tekstil, industri sepatu, dan industri kayu.
Dari analisa kedua terlihat betapa Indonesia begitu tergantung pada pasar AS. AS dikenal sebagai pusat pasar sasaran bagi negara-negara eksportir karena daya serapnya yang besar. Ketika sistem ekonomi pusat pasar negara sasaran (AS) rusak, maka “efek domino”nya bersifat destruktif bagi negara yang tergantung padanya. Ketika suatu sistem perekonomian pada pusat pasar sasaran kacau, maka akan diikuti kekacauan pada negara-negara yang tergantung padanya. Hal ini pula yang dirasakan negara-negara lainnya yang mempunyai ketergantungan pada pasar AS. Ini merupakan salah satu gambaran dampak yang ditimbulkan krisis keuangan AS pada negara-negara yang secara perekonomian didominasi sistem perekonomian kapitalis AS.
Menurut Chief Economist Deutshe Bank Group, Norbeth Walter. Dia mengatakan, pertumbuhan perekonomian global selama ini disumbang oleh AS sebesar 25 persen. (KOMPAS,14 Agustus 2008). Ini mencerminkan besarnya dominasi AS pada sistem perekonomian global.
Perekonomian AS dijalankan menggunakan sistem kapitalisme.. Namun, saat ini telah nyata terbukti jika sistem tersebut tidak sekuat dan seadil yang yang selama ini terbentuk pada pola pikir para ekonom. Karena krisis keuangan AS yang berubah menjadi krisis keuangan global, kini dunia bisnis Indonesia mendapat ancaman massif pada sektor ekonomi makro. Seperti sektor investasi, sektor industri yang meliputi kuota produksi dan lapangan pekerjaan, dan sektor ekspor dan impor.
Oleh karena itu, untuk lepas dari krisis ini Indonesia harus dimulai dengan melepaskan dominasi negara lain dari sistem perekonomian Indonesia. Kemudian, Indonesia harus menerapkan secara tepat sistem perekonomian Pancasila yang lebih kuat dan adil. Karena sistem ekonomi Pancasila lebih menekankan pemerataan pembangunan secara fundamental, yaitu pada sektor ekonomi mikro. Sedangkan sistem ekonomi kapitalis lebih menekankan pembangunan pada sektor ekonomi makro. Dengan menguatkan dan memeratakan pembangunan sektor ekonomi mikro, diharapkan perekonomian Indonesia kuat saat dilanda krisis. Karena selama krisis moneter 1998 dan krisis keuangan AS melanda Indonesia, sektor ekonomi mikrolah yang terbukti paling tahan terhadap guncangan.
Dengan penerapan yang tepat sistem perekonomian Pancasila, perekonomian Indonesia dapat menjadi perekonomian yang kuat dari ancaman krisis ekonomi tanpa ketergantungan pada negara lain. Lebih jauh lagi, rakyat Indonesia secara merata dapat hidup sejahtera dalam sistem perekonomian yang adil.
*essay ini meraih juara 1 pada lomba essay event BDO-MEA “MAINTENANCE” HMJM 2009
No comments:
Post a Comment